Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Pojokan

Menganalisis Konten ‘Usia 25 Harusnya Punya Tabungan 100 Juta, Mobil, dan Rumah’ dengan Prinsip 3E

Ajeng Rizka oleh Ajeng Rizka
10 Mei 2021
0
A A
ilustrasi Menganalisis Konten 'Usia 25 Harusnya Punya Tabungan 100 Juta, Mobil, dan Rumah' di Twitter dengan Prinsip 3E mojok.co

ilustrasi Menganalisis Konten 'Usia 25 Harusnya Punya Tabungan 100 Juta, Mobil, dan Rumah' di Twitter dengan Prinsip 3E mojok.co

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Usia 25 harusnya udah ngapain aja sih? Nggak ada salahnya menerapkan standar ketinggian, toh kalau jatuh, sakitnya ditanggung masing-masing.

Betapa bosannya saya dengan standar ideal yang diciptakan orang-orang soal “sukses” dan “berhasil”. Di media sosial pembahasan semacam ini selalu seksi dan mengundang sensi. Reaksi netizen beragam dan ujungnya selalu bilang, “Ah, itu kembali ke pribadi masing-masing.” Duh, nggak ada kalimat kesimpulan lain gitu?

Ada unggahan di Twitter seputar idealnya usia 25 udah punya apa aja. Unggahan tersebut, seperti biasa, cuma repost. Pokoknya usia 25 harusnya sudah punya tabungan senilai Rp100 juta, punya mobil pribadi, dan mulai nyicil rumah. Ternyata video singkat dengan kalimat serupa juga pernah muncul di TikTok, dinarasikan oleh seorang mbak-mbak yang nggak tahu, blio memang sudah memenuhi standar ideal tersebut atau justru belum. Yang jelas konten semacam ini kelanjutannya adalah “ngarang”. Semacam prank dan solusi yang dibuat oleh masalah yang baru saja mereka ciptakan sendiri. 

Aku usia 25 boro-boro punya 100 juta, bisa makan dengan layak sehari 3 kali aja udah seneng. Setiap orang punya ‘ideal’ yang berbeda, setiap orang tidak mulai di garis start yang sama. Don’t let this kind of stupid standard make you insecure, timeline tiap orang berbeda. pic.twitter.com/gQ7Fezs2T6

— Alexander Thian (@aMrazing) May 9, 2021

Usia 25 harus bisa apa aja? pic.twitter.com/Jvi2mKJBP3

— username (@Izzus_salam) May 10, 2021

Memang, pernyataan-pernyataan semacam itu mengundang amarah dan kekesalan netizen yang elemennya terdiri dari sobat-sobat misqueen. Maklum, netizen kan memang entitas mudah terbakar. Tapi, siapa yang peduli sih? Besoknya yang pemalas juga bakal masih jadi kaum rebahan, yang rajin kerja walau penghasilan sedikit juga tetap gaspol, dan yang berharap UMR naik juga tetap berharap. Persetan dengan standar-standar aneh ini. Palingan wacana ini diciptakan kaum elit global demi upaya pengalihan perhatian dan penciptaan konspirasi. Ih ngeri.

Lagian standar ideal usia 25 memang diciptakan dengan mengarang indah. Padahal sebelumnya, nggak ada yang menciptakan wacana demikian. Apaan banget sih!

Lama-lama, konten soal standar ideal usia 25, kekayaan ideal, gaji standar karyawan yang sudah bekerja sekian tahun, dan patokan-patokan bikin kita (utamanya saya sendiri) kebal dengan hal semacam ini. Lha buat apa ngasih deadline begituan buat kehidupan yang begitu indah ini? Bukankah yang terpenting adalah hidup namaste dan loske wae?

Oleh karena “usia 25 harusnya punya tabungan Rp100 juta, punya mobil pribadi, dan mulai nyicil rumah” hanyalah konten yang memancing perdebatan, kita perlu meninjaunya dengan prinsip 3E, yaitu edukasi, emosional, dan engagement.

Edukasi

Tidak semua konten di dunia ini harus mengedukasi. Beberapa memang dibuat untuk menjerumuskan dan itu nggak apa-apa. Kecuali kalau Atta Aurel bikin video pillow talk, itu sih beda urusan. 

Konten soal standar usia 25 sebenarnya sangat mengedukasi. Setidaknya bagi bocil-bocil polos yang bahkan belum paham apa makna quarter life crisis. Bercita-cita menjadi kaya seharusnya diinternalisasi dalam kehidupan biar nanti kalau sudah dewasa nggak kebanyakan mengeluh soal privilege dan kemiskinan sistemik. Meski menjadi kaya dan ignorant itu kadang saling bertaut, ya sudahlah nggak apa-apa. Setidaknya mereka bisa giveaway uang buat orang-orang yang bacot banget.

Remaja kini bisa ancang-ancang di usia 25 setidaknya mereka sudah bisa ngapain aja. Pasang target itu nggak masalah, yang ribet adalah mewujudkannya. Lebih ribet lagi kalau nggak berhasil dan anxiety. Huh, padahal hidup memberimu pilihan untuk santai.

Emosional

Konon konten yang baik itu konten yang nggak cuma dibaca, tapi juga menyentuh sanubari audiens. Boleh sajalah influencer dan akun-akun motivasi menciptakan wacana khusus kalau usia 25 memang seharusnya punya tabungan Rp100 juga, punya mobil, dan otw nyicil rumah yang lunasnya sepuluh tahun. Konten semacam ini akan selalu “menggigit” bagi mereka yang belum punya ilmu kebal.

Konten soal standar usia 25 nggak bikin emosional dari mana? Jenis konten macam ini bahkan nggak cuma “menyentuh” sanubari, tapi juga menonjok dan menendang-nendangnya secara keroyokan. Kenapa bisa begini? Ya karena realitas di lapangan berbeda, standar itu terlalu ngawur. 

Secara bersamaan, netizen yang sudah dibuat emosi sejenak dibenturkan dengan pernyataan masuk akal bahwa standar usia 25 yang baru saja dibilang itu aslinya cuma ngarang. Yah, udah capek-capek emosi. Nggak apa-apa, netizen Indonesia pemaaf kok.

Engagement

Nah, ini dia! Buat apa menciptakan konten-konten di media sosial kalau nggak bisa menaikkan engagement? Sampai perkara “usia 25” trending di Twitter saja banyak akun-akun jualan Netflix ilegal yang nebeng tenar lewat frasa ini.

Konten “usia 25 harusnya punya tabungan Rp100 juta, punya mobil mewah, dan mulai nyicil rumah” tidak bisa disangkal merupakan konten pendulang respons dan engagement. Sebuah konten yang ideal banget, walau isi kontennya nggak ideal blas. Iya, memang memancing emosi, tapi kan cuma sesaat. Toh, nantinya juga bisa bilang kalau penetapan standar itu cuma ngarang, ya khaaan. Ibarat orang barusan nembak gebetan, setelah diterima bilangnya, “aku cuma bercanda”.

Kawan-kawan yang baik, teruslah memancing netizen reaktif. Sebab, semakin ramai media sosial, semakin lupa kita dengan isi dompet yang kehadirannya fana. Setelah itu kita bisa kembali mensyukuri hidup yang indah ini dan bersyukur bahwa perdebatan selalu berakhir di media sosial.

BACA JUGA Terlalu Memikirkan tentang Quarter Life Crisis, Hanya Membuatmu Semakin Krisis dan tulisan AJENG RIZKA lainnya.

Terakhir diperbarui pada 10 Mei 2021 oleh

Tags: demotivasikeuanganMotivasistandar kekayaanstandar kesuksesantabunganusia 25
Iklan
Ajeng Rizka

Ajeng Rizka

Penulis, penonton, dan buruh media.

Artikel Terkait

Dakwoh membuktikan bahwa hijrah nggak harus ninggalin dunia lama. Simak perjalanan hidupnya yang penuh tantangan dan inspirasi
Movi

Motivasi Hidup Ala Dabwok: Hijrah Nggak Harus Ninggalin Musik

17 Mei 2025
pilih repot ke atm ketimbang pakai m-banking.MOJOK.CO
Ragam

Enggan Pakai m-Banking Sampai Umur 30-an, Rela Repot ke ATM Setiap Transaksi dan Telat Sadari Manfaaatnya

21 Mei 2024
Tiga Tips Mengatur Keuangan Saat Lebaran Agar Tidak Boros. MOJOK.CO
Kilas

Tiga Tips Mengatur Keuangan Saat Lebaran Agar Tidak Boros

19 April 2023
buku tabungan hilang
Ekonomi

Buku Tabungan Hilang, Apa yang Harus Dilakukan?

31 Desember 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar




Terpopuler Sepekan

Kasus Kaca Kereta Api Dilempar Batu Adalah Pertanda Orang Indonesia Memang Belum Siap (dan Nggak Pantas) Dapat Hal-hal yang Baik

Kasus Kaca Kereta Api Dilempar Batu Adalah Pertanda Orang Indonesia Memang Belum Siap (dan Nggak Pantas) Dapat Hal-hal yang Baik

9 Juli 2025
Sebagai Mahasiswa HI UGM, Saya Takut Kerja di Pemerintahan dan Menyimpan Banyak Rahasia, Apalagi Setelah Meninggalnya Diplomat Kemlu.MOJOK.CO

Sebagai Mahasiswa HI UGM, Saya Takut Kerja di Pemerintahan yang Menyimpan Banyak Rahasia Negara, Apalagi Setelah Kematian Misterius Diplomat Kemlu

10 Juli 2025
Bandara YIA Gagal, Kulon Progo Tetap Miskin. Tolak Bandara Baru! MOJOK.CO

Bandara YIA Gagal dan Kulon Progo Tetap Miskin, tapi Kegagalan Ini Nggak Bisa Menjadi Alasan Jogja Harus Buru-Buru Membangun Bandara Baru Lagi

14 Juli 2025
Cerita mahasiswa KKN merasa berguna di desa orang tapi tak berguna di desa sendiri MOJOK.CO

Ironi Mahasiswa KKN: Merasa Berjasa Membangun Desa Orang tapi Tak Berguna di Desa Sendiri

15 Juli 2025
Tolak gabung pencak silat PSHT demi ikut karate. Tak menyesal karena jauh dari keributan meski harus dimusuhi saudara sendiri MOJOK.CO

Gara-gara Tolak Gabung PSHT demi Karate Jadi Dimusuhi Saudara Sendiri, Tak Menyesal karena Jauh dari “Keburukan” kayak Pencak Silat

10 Juli 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.