Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Anjingkanlah Daku, Kau Kumonyetkan

Rusdi Mathari oleh Rusdi Mathari
29 Juni 2015
0
A A
moyet ekor panjang serang mangunan mojok.co
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Baru selesai bang Ashar. Orang-orang berkumpul dan ribut di kandang kambing milik Pak Lurah. Cak Dlahom ada di dalam kandang, warga berteriak-teriak agar ia segera keluar. Bahkan ada yang melemparinya sandal. Anak-anak riuh bersorak, “Dlahom gila… Dlahom gila…”

Sebetulnya mereka sudah biasa melihat Cak Dlahom berada di kandang kambing Pak Lurah, tapi sore itu lain: Cak Dlahom memasukkan juga seekor anjing. Anjing kampung yang entah dia dapat dari mana. Dan perkara anjing itulah yang rupanya membuat orang-orang ribut. Mereka menuduh Cak Dlahom menebarkan najis pada kambing-kambing Pak Lurah. Apalagi anjing dan kambing-kambing itu dipeluknya bergantian, sambil sesekali diajaknya berbicara.

Romlah ikut melihat kejadian di kandang kambing sore itu, tapi dia tak tahan. Tidak tega melihat Cak Dlahom yang bertelanjang dada dikata-katai orang-orang kampung dan anak-anak. Dia karena itu segera pulang untuk memanggil bapaknya, Mat Piti, agar menenangkan warga dan membujuk Cak Dlahom keluar dari kandang. Dan benar, Mat Piti akhirnya datang ke kandang.

Dia melihat Cak Dlahom tidur-tiduran di tanah yang penuh ceceran rumput, kencing, dan tahi kambing. Mesam-mesem seolah tak ada yang terjadi. Seekor anjing berbulu cokelat dan putih terlihat dipeluknya. Dicium-ciumnya, sementara lidah si anjing terus menjulur. Satu-dua liurnya menetes. Cak Dlahom cekikikan.

Untuk menghindari kerusuhan yang lebih besar, Mat Piti berinisiatif mengakhiri drama di kandang kambing itu. Pertama-tama, dia berusaha menenangkan orang-orang, dan meminta mereka segera pulang karena sudah sore dan tak lama lagi buka puasa. Dan sebagai orang yang dikenal punya pengaruh di kampung, seruan Mat Piti manjur.  Satu per satu, orang-orang meninggalkan Cak Dlahom meski menggerutu. Anak-anak berlarian menjauh, tapi tetap berseru “Dlahom gila…Dlahom gila…”

Lalu Mat Piti membujuk Cak Dlahom keluar dari kandang dan melepas anjing yang dipeluknya. Nah, ini yang sulit. Bujukannya tak berhasil karena Cak Dlahom bersikukuh. Cak Dlahom malah memintanya ikut masuk ke dalam kandang, yang tentu saja dia tolak.

“Masuk saja, Mat…”

“Sudah mau buka, Cak, saya harus segera pulang.”

“Ya sudah, pulang saja.”

“Iya, Cak, saya pasti pulang. Tapi apa sebetulnya yang terjadi?”

“Terjadi bagaimana, Mat?”

“Kenapa sampeyan memasukkan anjing ke kadang kambing, pakai peluk-peluk segala?”

“Ndak boleh, tah?”

“Bukan begitu. Sampeyan kan tahu orang-orang di sini, masih ‘anti-anjing,’ eh sampean malah bawa-bawa, dimasukkan ke kandang kambing pula.”

“Salah tah, Mat?”

“Ya gimana ya, Cak. Saya cuma kuatir, Pak Lurah tahu terus sampeyan diusir.”

“Biar saja dia tahu. Biar saja dia mengusirku.”

“Kenapa sih, Cak, harus bawa anjing segala?”

“Anjing ini aku, Mat.”

“Sampeyan itu suka aneh-aneh saja, Cak. Sekarang malah ngaku-aku anjing.”

“Tapi anjing ini memang aku, Mat. Karena itu aku memeluknya. Tak berani meremehkan dan meninggalkannya.”

“Yang benar saja, Cak, masak sampeyan anjing?”

“Lah terus, menurutmu, aku ini apa, Mat?”

“Sampeyan manusia, Cak. Kayak saya dan orang-orang itu.”

“Siapa bilang? Bagaimana kamu tahu aku manusia dan siapa aku?”

“Kalau sampeyan anjing—saya panggil sampeyan Cak Anjing, dong?”

“Kamu boleh memanggilku apa saja, Mat. Dan kalau ada orang yang memaki dan memanggilku ‘anjing’, aku tidak boleh dan tidak akan marah.”

“Bener, sampeyan mau dipanggil anjing?”

“Terserah kamu. Masak aku harus melarang-larang. Aku malah berterima kasih kalau kamu atau yang lainnya benar menyebut dan memanggilku anjing. Dengan begitu, kehormatanku sesungguhnya sedang ditinggikan, karena aslinya aku tidak akan pernah mampu sesetia dan sejujur anjing, seperti anjing ini.”

“Sampeyan ini berlebihan, Cak.”

“Berlebihan gimana? Tidakkah orang yang menjumpai seekor anjing kehausan lalu memberinya minum akan dijauhkan oleh Allah dari api neraka? Bukankah tidak menolong dan tidak memberi makan kepada anjing yang kelaparan saja diancam dijilat api neraka, Mat?”

“Betul, Cak, tapi sampeyan ini Cak Dlahom. Bukan anjing.”

“Bagaimana kalau ternyata benar aku ini anjing Mat?”

“Ya saya ndak berani bilang apa-apa, Cak.”

“Sama, Mat. Aku juga tak berani memberi cap kepada siapa pun dengan apa pun. Puncak keberanianku hanya meremehkan diriku sendiri.”

“Kalau begitu saya pamit dulu. Sudah hampir maghrib, sudah mau buka…”

“Ya pulanglah. Salamku untuk Romlah, anakmu.”

“Sampeyan ini loh, Romlah lagi, Romlah lagi…”

“Anakmu itu ayu, Mat.”

“Dia sudah punya pacar, Cak.”

“Terus ndak boleh, tah, aku titip salam?”

“Ya ndak begitu juga… Ya sudah saya pulang ya, Cak.”

“Jangan lupa salamku, Mat.”

“Iya, akan saya sampaikan, Cak Anjing, eh, Cak Dlahom. Maaf, Cak, maaf…”

“Ndak apa-apa. Silakan, Dik Monyet…”

 

(diinspirasi dari kisah-kisah Jalaluddin Rumi)

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: #MerconAnjingCak DlahomMat PitiMonyet
Iklan
Rusdi Mathari

Rusdi Mathari

Artikel Terkait

Penjual Es Buah dengan Pesugihan Anjing Hitam di Samping Kios MOJOK.CO
Malam Jumat

Penjual Es Buah dengan Pesugihan Anjing Hitam di Samping Kios

7 Juli 2023
Konflik Monyet ekor panjang dengan Petani dan Perusahaan yang Terindikasi Ilegal
Investigasi

Tangis Macaca di Yogyakarta (Bagian 2): Konflik dengan Petani Gunungkidul dan Perusahaan yang Terindikasi Ilegal

26 Februari 2023
Tangis Macaca, monyet ekor panjang di Yogyakarta: Dari Hutan ke Ranjang Pasien MOJOK.CO
Investigasi

Tangis Macaca di Yogyakarta (Bagian 1): Ditangkap Paksa dari Hutan untuk Ekspor

25 Februari 2023
Suara Hati Petani di Gunungkidul Karena Monyet yang Marah Kena JJLS
Geliat Warga

Suara Hati Petani di Gunungkidul karena Monyet yang Marah Kena JJLS

26 Januari 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar




Terpopuler Sepekan

Tarif Pajak 0,5% Cara Negara Membunuh Pedagang Kecil MOJOK.CO

Tarif Pajak 0,5 persen Perlahan Membunuh Pedagang Kecil yang Selama Ini Sudah Menopang Ekonomi Negara, Masih Juga Digerogoti

28 Juni 2025
open house wali kota jogja.MOJOK.CO

Open House, Cara Wali Kota Jogja Mendengarkan Keluhan Warga Secara Langsung: Tinggal Ambil Nomor Antrean dan Tunggu Giliran

23 Juni 2025
Kegoblokan pertama kali mendaki (hiking) Gunung Lawu dan Merbabu yang bahayakan nyawa sendiri MOJOK.CO

Kegoblokan Pertama Kali Mendaki Gunung: Cuma demi Gaya, Modal Nekat dan Nyepele Berujung Celaka

28 Juni 2025
Coba-coba menjadi kuris senjata tajam untuk gangster Semarang (kreak), kapok diburu intel MOJOK.CO

Coba-coba Jadi Kurir Senjata Tajam untuk Gangster Semarang (Kreak), Memang Cuan tapi Jiwa Raga Tak Aman

25 Juni 2025
Orang yang Kasar pas Main Mini Soccer Baiknya Memang Dipegangin Kepalanya Bareng-bareng, Lalu Dijedotin ke Gapura 182 Kali

Orang yang Kasar pas Main Mini Soccer Baiknya Memang Dipegangin Kepalanya Bareng-bareng, lalu Dijedotin ke Gapura 182 Kali

27 Juni 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.