ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Apa Salah Setya Novanto, Apa Dosa Fadli Zon?

Arlian Buana oleh Arlian Buana
9 September 2015
0
A A
fadli zon
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Tentu saja Setya Novanto harus bohong ketika menjawab pertanyaan Donald Trump, “Do they like me in Indonesia?” Di kandang Trump, di tengah konferensi pers yang (konon) ditonton dunia, sulit bagi Novanto untuk menjawab pertanyaan itu dengan kebenaran pahit alias kejujuran yang menyakitkan. Novanto, kita semua tahu, mesti berbohong.

Maka jawaban “Yes!” adalah sebaik-baiknya jawaban yang bisa diberikan Novanto. Dan jawaban “Yes! Highly.” adalah sehebat-hebatnya jawaban buat Novanto. Sebagai politisi, sudah dari sononya Novanto harus bersikap dan bicara yang hebat-hebat. Sekalipun sikap dan jawaban itu tidak jujur.

Faktor jujur-tidak-jujur itulah yang (sekali lagi konon) membedakan politisi dan ilmuwan: Politisi tidak boleh salah, tapi boleh bohong. Ilmuwan boleh salah, tapi tidak boleh bohong.

Novanto akan salah kalau mengatakan bahwa Donald Trump belum terlalu dikenal di Indonesia, jauh lebih populer Mike Tramp gara-gara pernah menikahi Ayu Azhari. Akan lebih salah lagi kalau ia mengutip pepatah, “Tak kenal maka tak sayang,” terus bilang, “Terkenal saja belum, apalagi disukai.” Salah karena akan membuat pipi Trump yang kemerahan menjadi benar-benar merah sampai merah padam. Lebih buruk lagi, salah-salah Trump bisa melayangkan bogem mentah dari atas podium.

Dan Novanto bukan ilmuwan. Dia boleh bohong.

Tapi jangan salah, Novanto tidak membohongi Trump. Dalam buku Tata Cara Berbohong yang Baik dan Benar yang merupakan buku pegangan wajib bagi semua politisi, disebutkan bahwa berbohong tidak sama dengan membohongi. Bedanya? Menurut si penulis buku, bohong adalah mengatakan sesuatu yang bukan sebenarnya tapi diinginkan lawan bicara. Sedangkan membohongi adalah mengatakan yang bukan sebenarnya dan tidak diinginkan oleh lawan bicara.

Peristiwa singkat yang divideokan selama 3 menit itu pun sebenarnya biasa saja. Ya cuma itu. Tak ada yang spesial. Lantas apa yang membuatnya begitu dihebohkan? Tak lain dan tak bukan lantaran Fadli Zon.

Andai Novanto datang ke Trump Tower ditemani Deding Ishak, misalnya, belum tentu akan seheboh ini. Paling-paling beberapa anggota dewan akan segera berinisiatif melaporkan Novanto ke Majelis Kehormatan DPR. Itu saja. Tak akan ada keberisikan yang tidak perlu di media massa dan media sosial.

Fadli Zon selalu bisa menjadi faktor pembeda di manapun dia berada. Dia selalu bisa membuat dirinya menjadi pusat perhatian. Jangankan puisi, perilaku, atau ucapannya, mimiknya saja sudah mengundang minat—macam-macam minat. Dalam kunjungan yang katanya tidak resmi itu, Zon lagi-lagi melakukan hal istimewa: selfie bareng Donald Trump, kemudian dengan seorang gadis pendukung Trump yang memamerkan poster bertulisan “the silent majority STANDS FOR TRUMP.”

Zon juga secara sadar dan sukarela menunjukkan bahwa dia fanboy Trump dengan meminta tanda tangan idolanya itu. Dia tidak bisa menyembunyikan kekagumannya kepada Trump dengan memuji junjungannya itu sedemikian rupa dalam sebuah wawancara Business Insider.

Lebih jauh lagi, Zon membabi-buta menyerang Imam Shamsi Ali yang mengkritisi pertemuan rombongan DPR-RI dengan Donald Trump. Keributan makin menjadi-jadi. Meme mengolok-olok Zon tak terbendung lagi produksi-reproduksinya di berbagai media sosial. Setya pun kena getahnya, dibuatkan meme juga, harga arloji Richard Mille-nya diumbar-umbar, dipergunjingkan sebagai sesuatu yang dianggap berlebihan, dan disindir suka pamer.

Tetapi, Zon berhak marah kepada Imam Shamsi. Memang apa salahnya berseri-seri dan menunjukkan keceriaan kanak-kanak saat bertemu pujaan? Imam Shamsi sudah terlanjur sensi saja sama Trump. Tapi ya marah-marahnya jangan ke Zon, dong. Benar kata Zon, “Anda memang tak suka Donald Trump, karena anda anggap (dia) anti-Islam.”

Sedangkan Zon menyukai Trump. Sangat. Ya kira-kira sama kayak Imam Shamsi suka Imam Abdul Rahman Al-Sudais, imam Masjidil Haram. Kalau Imam Shamsi menunjukkan penghormatan kepada Imam Al-Sudais, tak lupa berswafoto bersama, eh banyak orang malah menganggap itu merendahkan martabat bangsa, Imam Shamsi juga pasti berang kan? Makanya, Zon pun berhak naik pitam.

Di tengah dunia politik yang kejam dan penuh intrik, Zon butuh sekali sosok panutan, role model, uswatun hasanah. Dan bukan sesuatu yang keliru jika Zon berniat mengikuti cara Trump berpolitik: menolak gagasan bahwa politikus mesti berlaku tepat secara politis (politically correct). Buktinya Trump bisa meraup dukungan besar dengan jalan itu. Buktinya Trump bisa terus menjadi magnet media meski tidak harus menjadi media darling. Buktinya selangkah lagi Trump akan menjadi calon presiden dari Partai Republik. Buktinya, mantan-mantan istri dan istri Trump semuanya cantik-cantik.

Dengan melawan segala rumus mainstream perpolitikan, Trump telah menjadi fenomena luar biasa bagi politik dalam negeri Uwak Sam. Hillary Clinton, bakal calon kuat dari Partai Demokrat, dibuatnya ampun-ampunan dengan satu kicauan di twitter saja, “Kalau memuaskan suaminya saja Hillary tidak bisa, bagaimana mungkin dia bisa memuaskan Amerika?” Keok dah.

Zon pasti ingin juga meraih kesuksesan serupa, kalau bisa ya lebih. Dan Zon, saya kira, sudah punya cukup banyak modal kemiripan dengan Trump. Sama-sama mengundang perhatian, sama-sama ceplas-ceplos, sama-sama hobi nulis buku, sama-sama temperamental, sama-sama magnet media tanpa harus menye-menye.

Hanya, Zon masih kurang dua hal: kurang kaya dan kurang istri muda. Karena memanen sentimen negatif media bukan hal mudah kalau situ kere. Sebab seperti kata Trump, “Apapun yang ditulis media bukan masalah selama kamu punya bokong indah bini muda.”

Terakhir diperbarui pada 18 Februari 2021 oleh

Tags: Donald TrumpFadli ZonSetya Novanto
Iklan
Arlian Buana

Arlian Buana

Artikel Terkait

Fadli Zon menyangkal pemerkosaan massal dalam kerusuhan 1998. MOJOK.CO
Mendalam

Menyangkal Pemerkosaan Massal 1998 adalah Bentuk Pelecehan Dua Kali: Fadli Zon Seharusnya Minta Maaf, meskipun Maaf Saja Tak Cukup

16 Juni 2025
Kontroversi Proyek 9 Miliar Penulisan Ulang Sejarah Indonesia MOJOK.CO
Esai

Skeptis Lulusan Sejarah UNY Terhadap Kontroversi Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Senilai Rp9 Miliar Milik Negara

28 Mei 2025
Data Scientist: Pekerjaan dengan Gaji Tinggi, Tanggung Jawab Moralnya Ekstra MOJOK.CO
Esai

Data Scientist: Pekerjaan dengan Gaji Tinggi, tapi Tanggung Jawab Moralnya Ekstra

26 Oktober 2021
Pojokan

Membayangkan Sikap Kemenkumham kalau yang Terbakar Adalah Lapas Koruptor

11 September 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar




Terpopuler Sepekan

Bukan Janji, Tapi Jalan : 100 Hari Pertama Masa Kepemimpinaan Wali Kota Solo

PutCast Live on Stage Spesial 100 Hari Pertama Masa Kepemimpinan Pasangan Wali Kota Solo Respati Ardi dan Astrid Widayani

13 Juni 2025
cikarang.MOJOK.CO

Ironi Cikarang, Favorit Perantau Cari Kerja tapi Banyak Warganya Susah Dapat Kerja: “Nganggur di Negeri 1.001 Pabrik”

10 Juni 2025
Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah UNY terancam DO. MOJOK.CO

Nyaris Drop Out karena Terhambat Profesor yang Menyebalkan Saat Skripsi, Akhirnya Raih Gelar S1 Ilmu Sejarah di Semester 14

10 Juni 2025
Mahasiswa gap year kuliah di Unila. MOJOK.CO

Ditolak Kampus Bergengsi padahal Dulu Jadi Siswa Terpintar hingga Malu Melamar Kerja karena Ijazah SMA, Kini Pilih Kerja Sesuai Passion

11 Juni 2025
Orang kaya pertama kali naik bus ekonomi, tersiksa jiwa raga sampai trauma MOJOK.CO

Orang Kaya Naik Bus Ekonomi: Coba-coba Berujung Tersiksa, Dimaki Pengamen sampai Tahan Kencing Berjam-jam

12 Juni 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.