ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Karena Natal Itu Peringatan tentang Perjuangan Pembebasan

Boyture Sitanggang oleh Boyture Sitanggang
19 Desember 2016
0
A A
Karena Natal Itu Peringatan tentang Perjuangan Pembebasan

Karena Natal Itu Peringatan tentang Perjuangan Pembebasan

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Bagi umat kristiani, atmosfer Desember sebagai bulan penutup berbeda dari sebelas bulan sebelumnya. Hari kelahiran Sang Agung pada tanggal 25 menjadi momen pesta perayaan besar-besaran maupun waktu untuk merenungkan kembali ajaran-ajaran-Nya.

Sesungguhnya, hari lahir adalah sesuatu yang biasa. Semua makhluk punya hari lahir. Tanggal 25 Desember menjadi berbeda karena peringatannya dimeriahkan berjuta-juta pengikut-Nya—sebagaimana agama lain memeriahkan hari lahir nabi-nabinya masing-masing.

Namun, meski hari lahir itu biasa, perayaan 25 Desember tidak biasa. Tidak ada tulisan selamat ulang tahun yang kesekian, misalnya. Atau ucapan happy birthday, selamat hari lahir, selamat hari netas, happy bornday, atau apa saja yang di-posting di akun media sosial si yang ulang tahun.

Untungnya, kita masih ingat ini ulang tahun keberapa karena sistem tahun Masehi berpatok pada kelahiran Sang Juru Selamat. Tapi, tetap saja tak ada yang bilang: selamat ulang tahun yang ke-2016! Hehehe.

Jika ucapan yang lumrah saja tidak ada, apalagi kekonyolan asyik ala anak muda yang baru ulang tahun ke-17, seperti mengikat orang di pohon, ditaburi tepung, lalu disuruh meniup lilin pada kue tart yang sudah disiapkan. Tentu saja, ini ulang tahun yang kedua ribu. Sudah cukup berumur, bukan remaja lagi.

Daripada memakai selamat ulang tahun atau happy birthday, kelahiran Yesus Kristus diselamati dengan ucapan yang khas dan hanya satu-satunya: Merry Christmas atau Selamat Natal. Perayaannya pun lain daripada ulang tahun orang kebanyakan.

Biasanya orang ulang tahun cukup diberi surprise cake di rumahnya sendiri, kantor, sekolah, atau di hotel jika ia sedikit kaya, atau malah tidak ada yang mengucapkan karena empunya ulang tahun pemalu dan tidak suka kasih tahu tanggal lahirnya. Sementara, ulang tahun Yesus Kristus dimeriahkan oleh segala jenis orang (tua-muda, kaya-miskin, sehat-sakit), di segala tempat (gereja, kampus, kampung, kota, rumah sakit, mal), dan dengan segala cara. Merangkai karangan bunga, memasang pohon cemara, membangun miniatur yang menggambarkan kelahiran Yesus, dan semacamnya.

Mengapa semangat merayakan hari lahir-Nya begitu luar biasa?

Di Indonesia misalnya, jika dibandingkan dengan agama Islam, Natal setara dengan Maulid Nabi Muhammad yang sama-sama memperingati kelahiran, sementara Paskah mirip Idul Fitri atau Idul Adha yang didahului dengan puasa dan kental dengan nuansa makan bersama. Tapi, mengapa hanya Natal yang menciptakan euforia sebesar Lebaran?

Saya mencoba mengira-ngira. Rasanya, kelahiran Sang Agung diperingati sedemikian meriah karena ini momen mengenang sejarah pembebasan manusia dari belenggu penindasan dan ketidakadilan. Ia membawa umatnya pada cara hidup baru, yakni hidup yang penuh kasih. Ia mengasihi mereka yang terpinggirkan, orang-orang kecil yang tidak mendapat tempat di mata masyarakat.

Bagaimana kasih Yesus kepada orang kecil tercermin dalam satu kisah populer di Injil Yohannes. Suatu ketika Yesus berhadapan dengan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang hendak menghukum seorang perempuan pelacur.

Mereka ingin merajam perempuan itu. Yesus kemudian berkata, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu.” Pada akhirnya, Yesus membiarkan perempuan itu pergi tanpa tergores sedikit pun sembari berpesan, “Jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”

Mengingat teladan Yesus akan keberpihakannya pada orang lemah, sayang sekali apabila Natal hanya menjadi momen orang berpesta penuh kemewahan. Menghabiskan uang untuk dekorasi gemerlap, topi Santa, pohon Natal, dan aneka kado.

Perayaan Natal jadi mengesampingkan inti perjalanan hidup Sang Agung yang dinatalkan. Meningkatnya kemiskinan dan kelaparan menandakan perjuangan-Nya makin dikesampingkan. Pejuang-pejuang yangberbuat seperti-Nya menjadi minoritas, kalah jumlah dibandingkan para pejuang gadungan yang memanfaatkan ajaran-Nya untuk kepentingan pribadi.

Perjuangan Sang Agung harus dilanjutkan dengan semangat sebesar semangat perayaan Natal. Bukankah sepanjang hidup-Nya ia telah berkorban untuk pembebasan manusia dari belenggu kemiskinan, kelaparan, ketidakadilan, bahkan sampai berkorban jiwa dan raga?

Bila perayaan Natal telah menjadi candu, harusnya itu candu untuk terus bekerja membebaskan manusia dari penindasan. Salam Natal, salam pembebasan 🙂

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: juru selamatkasihNatalPaus FransiskusYesus Kristus
Iklan
Boyture Sitanggang

Boyture Sitanggang

Artikel Terkait

Paus Fransiskus, Sosok Paus yang Paling sempurna MOJOK.CO
Esai

Ciao, Paus Fransiskus! Mengenang Pembela Lingkungan, Gaza, dan Kaum Marginal

22 April 2025
Movi

Melihat Kembali Jejak Kekerasan Indonesia di Timor Leste Lewat Tragedi Santa Cruz 1991

13 November 2024
Paus Fransiskus Adalah Simbol Kemanusiaan MOJOK.CO
Esai

Sepatu, Jam, dan Pesawat Paus Fransiskus Adalah Simbol Kemanusiaan

5 September 2024
Kisah Deni, Santri Asal Banten yang Cium Tangan Paus Fransiskus dengan Khusyuk MOJOK.CO
Liputan

Kisah Deni, Santri Asal Banten yang Cium Tangan Paus Fransiskus dengan Khusyuk

20 Agustus 2023
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Monza Adalah Melawan: Sebuah Pleidoi Ecek-Ecek

Monza Adalah Melawan: Sebuah Pleidoi Ecek-Ecek

Tinggalkan Komentar




Terpopuler Sepekan

traffic jam.MOJOK.CO

Traffic Jam, Duta Galau Gen Z Solo yang Merapalkan Mantra Kegalauan dengan Nada Kegembiraan

5 Juni 2025
Suamiku Kecanduan Judol, Aku Harus Apa? | Semenjana Eps. 15

Suamiku Kecanduan Judol, Aku Harus Apa? | Semenjana Eps. 15

4 Juni 2025
Mahasiswa baru kesel hadapi dosen tua MOJOK.CO

Serba Salah Mahasiswa Hadapi Dosen Tua Kolot: Bikin Tugas Bagus Dituduh Plagiat kalau Jelek Dicap Goblok, Cuma Mau Benar Sendiri

8 Juni 2025
Para napi di Masjid Al-Fajar Lapas Wirogunan mendengar ceramah haji sebelum iduladha. MOJOK.CO

Penyesalan Para Napi di Balik Jeruji Besi, Hari-hari Tersiksa dan Merasa Berdosa karena Tak Bisa Kumpul Bareng Keluarga di Momen Berharga

6 Juni 2025
Tak Sekadar Gulma: Rumput Liar Bisa Jadi Pupuk yang Bermakna

Tak Sekadar Gulma: Rumput Liar Bisa Jadi Pupuk yang Bermakna

5 Juni 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.