Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Pengkhianatan Ahok dan Elektabilitasnya di Pilkada Jakarta 2017

Agus Mulyadi oleh Agus Mulyadi
31 Juli 2016
0
A A
Pengkhianatan Ahok dan Elektabilitasnya di Pilkada Jakarta 2017

Pengkhianatan Ahok dan Elektabilitasnya di Pilkada Jakarta 2017

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

“Saya mau iris ini, kuping saya, kalau dia (Ahok) maju lewat jalur independen,” begitu kata Haji Lulung kepada awak media sekitar satu setengah bulan yang lalu.

Dan kita tahu apa yang terjadi kemudian. Ahok akhirnya memutuskan untuk maju ke Pilkada DKI 2017 lewat jalur partai setelah mendapat dukungan dari Hanura, Golkar, dan Nasdem. Gusti Alloh rupanya masih sayang sama Haji Lulung. Buktinya, Haji Lulung masih diberi kemampuan dan kesempatan buat nyelipin sebatang Djarum Super di atas kupingnya.

Jabatan Gubernur DKI memang jabatan yang asoy. Jika Provinsi adalah barang dagangan, maka DKI adalah etalasenya. Karenanya, tak heran jika kemudian Gubernur DKI menjadi jabatan yang spesial dan istimewa. Ia berada di titik yang berbeda dibandingkan dengan jabatan Gubernur provinsi selain Jakarta (Saking istimewanya, sampai-sampai kalau ditarik garis hierarki kepemimpinan, maka skemanya akan seperti ini: Lurah – Camat – Walikota/Bupati – Gubernur – Gubernur DKI – Presiden).

Dan kini, Indonesia sedang disuguhi pertunjukan manuver politik yang menarik tentang perebutan jabatan Gubernur DKI. Tokoh utamanya, saat ini, tentu saja Koh Ahok. Dan sesi pertunjukkan sekarang sedang memasuki babak baru. Babak yang cukup menarik. Tentang titik balik elektabilitas.

Andai bung Ahok tetap maju lewat jalur indie, dan kemudian bisa memenangkan pertarungan, tentu itu akan menjadi sejarah yang sangat manis bagi dunia politik Indonesia. Karena ia menjadi bukti bahwa medan pertempuran politik bisa dimenangkan murni oleh rakyat tanpa harus lewat campur tangan partai. Tapi toh, Ahok maju lewat partai juga. Ia urung menciptakan sejarahnya sendiri. Padahal sebelumnya, jika ia tetap maju sebagai calon independen, ia diprediksi bisa memenangkan Pilkada DKI 2017. Karena bagaimanapun, ia masih lah calon yang punya elektabilitas yang tinggi. Kisruh Sumber Waras beberapa waktu yang lalu memang cukup menghantam elektabilitasnya, tapi hal itu masih belum menggesernya dari tampuk puncak figur dengan elektabilitas tertinggi di Ibukota.

Namun semuanya berubah setelah partai menyerang.

Keputusan Ahok untuk maju lewat jalur partai jelas menurunkan elektabilitasnya dengan sangat drastis. Maju melalui partai tidak akan membuat Ahok semakin kuat, malah sebaliknya, ia justru akan semakin hancur. Ahok dinilai telah “mengkhianati” para relawan yang sudah berjuang keras agar Ahok bisa maju melalui jalur independen.

Banyak pendukung ahok yang kecewa dengan majunya Ahok lewat jalur partai, namun tak sedikit pula yang bersyukur, karena setidaknya, Tuhan berkenan untuk menunjukkan lebih awal kepada mereka, bagaimana Ahok sebenarnya.

Apapun itu, fakta yang jelas sekarang adalah: bersama partai, elektabilitas Ahok bakal turun total. Saya sependapat dengan wakil ketua umum Gerindra, Arief Poyuono yang mengatakan bahwa elektabilitas Ahok sangat kecil jika ia maju lewat jalur partai. Ahok lebih mudah dikalahkan lewat jalur partai. Menurutnya, jika Ahok maju secara independen, suara yang akan Ahok peroleh bisa mencapai hampir 50 persen, sedangkan jika lewat partai, suara yang Ahok peroleh kemungkinan hanya 10 persen. Prediksi yang jelas sangat masuk akal.

Prediksi ini nampaknya akan semakin menguat, mengingat lawan yang akan dihadapi Ahok bukanlah tokoh sembarangan: Sandiaga Uno, sosok yang baru saja diumumkan sebagai calon gubernur Pilkada DKI 2017 dari partai Gerindra.

“Pengkhianatan” yang sudah dilakukan oleh Ahok tentu akan membawa keuntungan tersendiri bagi Sandiaga Uno. Kita semua tahu, bahwa dalam politik, pengkhianatan adalah bangkai yang akan selalu tak sedap. Dan kita semua juga tahu, bahwa rakyat itu seperti perempuan, yang kalau habis dibikin patah hati oleh seorang lelaki, maka ia akan segera mencari bahu lelaki lain untuk bersandar dan melepaskan tangisnya.

Nah, gayung bersambut. Agaknya, Sandiaga adalah bahu yang tepat untuk bersandar bagi para pendukung Ahok yang kecewa dan sudah dibikin sakit hati. ‘Teman Ahok’ pun mulai berbondong-bondong ke tempat foto copy, apalagi kalau bukan untuk mem-foto copy formulir pendaftaran ‘Sahabat Sandiaga Uno’.

Nah, tanda-tanda kalau Sandiaga bakal berjaya nampaknya memang didukung semesta.

Selain diuntungkan dengan “blunder” Ahok, ditambah didukung oleh partai yang mumpuni, ia juga punya modal yang ciamik: good looking. Maaf-maaf kata nih ya, bukannya mau menjurus ke Ad hominem, tapi faktanya, Sandiaga memang lebih cakep dibandingkan bung Ahok.

Oke… oke, ini pilkada, bukan pemilihan coverboy majalah Hai. Tapi pliiiiis, realistislah. Dalam politik, kita tak bisa menafikan fakta bahwa selain kapasitas kepemimpinan yang mumpuni, fisik yang caem dan kece pun juga menjadi salah satu kunci sukses seorang figur dalam memenangkan pemilihan umum. Kalau nggak percaya, coba tanya sama emak atau simbah kita yang dulu di tahun 2004 begitu mengidolakan partai Demokrat oleh sebab melihat sosok pak Beye yang begitu cakep, gagah, dan sedap dipandang (tentu dengan kantung mata yang masih sangat tipis, tidak seperti sekarang). Kalau masih nggak percaya juga, lihat deh itu Pasha Ungu.

Fakta ini semakin memperjelas posisi pertarungan.

Pilkada 2017 memang masih lama, namun jika melihat blunder fatal yang sudah dibuat Ahok sekarang ini, rasanya tak berlebihan jika kita berani bermain prediksi bahwa di tahun 2017 kelak, Ahok akan tumbang. Pertanyaan “Besok Ahok menang apa Kalah?” pun rasanya harus segera diganti dengan “Besok Ahok kalahnya berapa-berapa?”

Nah, sampai waktu penentuannya tiba, yang bisa kita lakukan sekarang ini adalah menikmati pertunjukkan, sembari mengambil pelajaran dari manuver-manuver yang sudah terjadi. Terutama kalian wahai para perempuan, belajarlah dari Ahok. Jikalau kelak, datang kepadamu seorang pria yang menawarkan “kesetiaan”, maka jangan lekas dikau jatuh hati. Ingatlah, dulu, Ahok datang kepada masyarakat, dengan menawarkan “independensi”…

Well, politik, dimanapun itu, memang selalu membawa kerumitan. Terlebih ini Jakarta, provinsi yang bahkan sudah menjadikan kerumitan sebagai kakak kandungnya sendiri. Yah, mau bagaimana lagi.

“Eh, Gus, bai nde we, KTP-mu itu kan KTP Magelang, bukan KTP Jakarta, jadi harusnya kan nggak usah deh sok-sokan ngurusin Pilkada Jakarta segala…”

“Iya, mas… Kamu juga nggak usah sok-sokan ngurusin Ibra sama Mourinho, urus saja PSS Sleman. Ingat, KTP-mu Ngaglik, bukan Manchester…”

Terakhir diperbarui pada 16 Oktober 2018 oleh

Tags: ahokfeaturedjakartapilkadasandiaga
Iklan
Agus Mulyadi

Agus Mulyadi

Blogger, penulis partikelir, dan juragan di @akalbuku. Host di program #MojokMentok.

Artikel Terkait

Kerja di Blora jauh lebih untung timbang Jakarta. MOJOK.CO
Ragam

Tak Sanggup Kerja Kantoran di Jakarta, Putuskan Resign dan Tinggal di Cepu dengan Upah Empat Kali Lipat UMK Blora

8 Juli 2025
Setelah 6 Tahun Merantau ke Luar Jawa, Saya Jadi Takut untuk Kembali Kerja di Jakarta MOJOK.CO
Esai

Setelah 6 Tahun Merantau ke Luar Jawa, Saya Jadi Takut untuk Kembali Kerja di Jakarta

11 Juni 2025
UMR Jakarta, merantau ke jakarta.MOJOK.CO
Ragam

Butuh Gaji Rp15 Juta untuk Hidup Nyaman di Jakarta, Perantau yang Miskin Kudu Rela Tinggal Bersama Kecoa-Tikus dan Melahap Makanan Sisa

23 Mei 2025
resign kerja di jakarta, bikin usaha di jogja.MOJOK.CO
Sosok

Nekat Resign Kerja di Jakarta demi Rintis Usaha di Jogja, “Bisnis Rasa Nongkrong” Malah Hasilkan Omzet Besar dan Buka Tiga Cabang 

22 Mei 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar




Terpopuler Sepekan

Jogja Tanpa Klakson Itu Omong Kosong, Nggak Usah Berlebihan Bikin Narasi Puji-pujiannya

Jogja Tanpa Klakson Itu Omong Kosong, Nggak Usah Berlebihan Bikin Narasi Puji-pujiannya

10 Juli 2025
Honda Vario 125 Pilihan Orang Waras, Tua tapi Kuat MOJOK.CO

Honda Vario 125 Pilihan Orang Waras, Warisan Rangka Tua yang Nggak Menyedihkan Seperti Warisan Rangka ESAF Honda

10 Juli 2025
Cangkringan, Kecamatan Paling Cantik di Sleman (Foto oleh Mohammad Sadam Husaen)

Ketika Klub Sepeda Bahagia Cycling Comedy Membelah Cangkringan Sleman, Kecamatan Paling Cantik yang Membuat Kecamatan Lain Minder

10 Juli 2025
Cerita mahasiswa KKN merasa berguna di desa orang tapi tak berguna di desa sendiri MOJOK.CO

Ironi Mahasiswa KKN: Merasa Berjasa Membangun Desa Orang tapi Tak Berguna di Desa Sendiri

15 Juli 2025
Fadli Zon: Narasi Orde Baru dalam Bayang-Bayang Reformasi

Fadli Zon: Narasi Orde Baru dalam Bayang-Bayang Reformasi

12 Juli 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.