ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Pramoedya Ananta Toer: Tak Bisa Dikalahkan

Prima Sulistya oleh Prima Sulistya
6 Februari 2017
0
A A
pramoedya
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook
Google Logo

Delapan bukunya dimusnahkan militer, sebagian dengan cara diabukan. Sejumlah lain hilang di tangan penerbit. Arsip yang ia kumpulkan belasan tahun dihancurkan, juga oleh militer. Empat belas tahun diasingkan orde yang dipimpin seorang militer. Buku-bukunya dilarang, oleh pemerintahan yang masih dipimpin militer. Dan dihajar hingga setengah tuli, juga oleh militer. Memelesetkan Hemingway, Pramoedya Ananta Toer benar-benar “bisa dihancurkan, tapi tak bisa dikalahkan.” Bahkan nyaris oleh maut sekalipun.

Ia sempat meyakini akan mati muda, khususnya lagi karena TBC. “Tahun ’50, TBC membunuh ayah, ibu, adik, nenek, ipar, kemenakan saya,” katanya pada majalah Playboy Indonesia, 2006 silam. Ayah dan ibunya meninggal di usia muda, 55 dan 34. Jadi, ia pikir usianya hanya akan sampai di angka 40-an.

Keyakinan itu memiliki dua akibat. Pertama, membuatnya bekerja seperti kuda, menulis sebanyak-banyaknya sebelum dibalap ajal. Kedua, mati bukan ketakutan lagi buatnya. Dan jika mati pun tak takut, apa lagi yang tersisa untuk ditakutkan?

Untuk yang pertama, buktinya tampak dari karya tulis yang ia hasilkan: 41 buku, saya catat judul-judul yang muncul di Wikipedia, fiksi dan nonfiksi. Magnum opuses-nya, kuartet Buru, bahkan lahir di kamp kerja paksa. Setelah lepas dari Pulau Buru, dan kemudian mengaku tak bisa lagi menulis, ia beralih kesibukan. Mengkliping. Soal yang satu ini bahkan menyerupai sejenis kegilaan: ke mana-mana ia bawa gunting. Kegilaan lainnya adalah hobi membakar sampah. Hingga ia meninggal dunia, Pram masih menyisakan proyek besar, yakni menandaskan penyusunan Ensiklopedi Geografi Indonesia.

Soal membakar sampah, selain untuk “sport”, ia merasakan kenikmatan lain. “Aku bisa bilang: ‘lihat, aku bisa hancurkan kau!’” ucapnya, masih dengan Playboy.

Soal tidak takut mati, selain nyalinya menulis Hoa Kiau di Indonesia, yang kira-kira bisa jadi bukti adalah sebuah surat di tahun 1973. Di tahun itu, Pram, sudah empat tahun jadi penghuni Pulau Buru, mendapat surat dari Presiden Indonesia Jendral TNI Soeharto, orang yang saat itu paling berkuasa di republik. Surat Presiden itu dibuka dengan,

Presiden

Republik Indonesia

Kepada:

Sdr. Pramudya Ananta Tur

di Tefaat Pulau Buru

dan ditutup dengan,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
(tanda tangan)

Soeharto

Jendral TNI

Kisah ini, serta kutipan surat Presiden dan balasannya, termuat dalam memoar Pram yang begitu gelap, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu Jilid I. Surat balasan Pram adalah salah satu dari amat sedikit humor dalam buku tersebut, walau juga sama gelapnya. Mungkin dengan rasa nikmat yang kelak menyerupai membakar sampah, ia membuka balasan itu dengan,

Kepada Yth.

Bapak Presiden Republik Indonesia

Jendral Suharto

Dan kemudian menutupnya dengan,

Hormat dan salam

dari Tahanan Politik No. 641

Pramoedya Ananta Toer

Korepondensi pendek itu cuma secuil “penghiburan” yang amat jarang dalam beratnya sepuluh tahun pengasingan di Buru. Jika sampai, mungkin mesin tik yang dihadiahkan filsuf Prancis Jean-Paul Sartre (begitu yang Pram dengar) akan jadi penghiburan lain.

Kebahagiaan yang sebenarnya barulah datang pasca-Buru, terutama selepas karya-karya yang ia tulis di tahanan disebarluaskan lewat Hasta Mitra, penerbit milik kongsi Pram, Joesoef Isak, dan Hasjim Rachman. Kehidupannya sebagai penulis telah kembali, bahkan perhatian yang datang melebihi masa sebelum Buru.

Ketika namanya disebut-sebut sebagai calon penerima Nobel Sastra, nyatalah bahwa empat belas tahun kerangkeng Orde Baru meski menghancurkan (fisik)nya, tak bisa mengalahkannya (saya tak bisa lupa lelucon historis yang memang khas Muhidin M. Dahlan. Pada 2003, kisahnya, Pram hadir di hadapan ribuan mahasiswa di sebuah seminar di UGM bersama Gus Dur. “Kasihan moderatornya. Yang satu buta, yang satu tuli,” ia menyeletuk. Daripada merendahkan, ini justru pujian berkait keterbatasan fisik yang tak menyurutkan pamor keduanya).

Dan setelah segala macam kesulitan yang negara sebabkan, ia bahkan tak membenci, apalagi malu (sebagaimana penyair gaek yang memusuhinya), pada negaranya.

“Saya bangga jadi orang Indonesia,” katanya pada Playboy. Sebab, “Saya mendapatkan kewarganegaraan saya tidak secara gratis, tetapi dengan perkelahian dan dengan risiko,” demikian jawabnya dalam Saya Ingin Lihat Semua Ini Berakhir.

Tahun 1999, Pram menulis artikel berjudul “The Book That Killed Colonialism” di The New York Times tentang novel Max Havelaar sebagai buku yang menghabisi penjajahan di Hindia Belanda. Buku-buku Pram sendiri menjadi simbol perlawanan terhadap rezim fasis Orde Baru.

Bagaimanapun, Pram tetap manusia biasa. Walau amat jauh dari prediksinya, maut akhirnya mengalahkannya pada 30 April 2006. Ia berpulang di usia 81 tahun. Dan hari ini, 6 Februari 2017, bersamaan dengan perayaan hari lahir seorang tukang protes lain dari Jamaika yang menyerukan “Get up, stand up. Stand up for your right,” ia, pemberani yang menulis “Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?”, berulang tahun yang ke-92.

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: 92 tahunfeaturedPramoedya Ananta Toerulang tahun
Iklan
Prima Sulistya

Prima Sulistya

Penulis dan penyunting, tinggal di Yogyakarta

Artikel Terkait

Ujian Sejarah dan Sastra dari Dosen Pramoedya Ananta Toer MOJOK.CO
Esai

Ujian Lisan Sejarah Nasional dan Sastra dari Dosen Pramoedya Ananta Toer untuk Mahasiswa Tingkat 1 dan 2. Yang Master dan Doktor Nggak Usah Jawab

21 Mei 2025
Muhidin M. Dahlan: Merayakan Seabad Pram dengan Touring ke Blora
Movi

Muhidin M. Dahlan: Merayakan Seabad Pram dengan Touring ke Blora

25 Februari 2025
Apakah Pramoedya Ananta Toer Membenci Musik? MOJOK.CO
Esai

Pramoedya Ananta Toer dalam Skena Musik: Laporan dari Bawah Panggung Konser “Anak Semua Bangsa”

9 Februari 2025
Pramoedya Ananta Toer Ditolak Aspal Blora MOJOK.CO
Esai

Catatan Toering: Ketika Aspal Blora Menolak Pramoedya Ananta Toer

8 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
pramoedya ananta toer.MOJOK.CO

Kutipan Pramoedya Ananta Toer untuk Para Jomblo

Tinggalkan Komentar




Terpopuler Sepekan

Lulusan SMA-SMK awalnya malu karena tak kuliah dan jadi karyawan Alfamart-Indomaret. Tapi merasa terhormat karena bisa kerja sendiri MOJOK.CO

Lulusan SMA-SMK Awalnya Malu Tak Kuliah dan Kerja di Alfamart-Indomaret, Direndahkan Guru Sendiri tapi Kini Merasa Lebih Terhormat

12 Juni 2025
Wisata di Bali anti ribet dengan eSIM MOJOK.CO

Liburan ke Bali Tanpa Drama: Cukup eSIM, Sinyal Aman, Kantong Tenang

10 Juni 2025
Sisi gelap kurban (Idul Adha) di desa. Orang miskin nelangsa, tapi orang kaya pesta daging MOJOK.CO

Ironi Kurban di Desa: Saling Jegal demi Raup Keuntungan, Orang Miskin Tak Kebagian Daging sementara Orang Mampu Berpesta

6 Juni 2025
Para napi di Masjid Al-Fajar Lapas Wirogunan mendengar ceramah haji sebelum iduladha. MOJOK.CO

Penyesalan Para Napi di Balik Jeruji Besi, Hari-hari Tersiksa dan Merasa Berdosa karena Tak Bisa Kumpul Bareng Keluarga di Momen Berharga

6 Juni 2025
Mahasiswa gap year kuliah di Unila. MOJOK.CO

Ditolak Kampus Bergengsi padahal Dulu Jadi Siswa Terpintar hingga Malu Melamar Kerja karena Ijazah SMA, Kini Pilih Kerja Sesuai Passion

11 Juni 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.