Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Sarjana Abal-abal? Memangnya Anda Bukan?

Azhar Irfansyah oleh Azhar Irfansyah
26 September 2015
0
A A
Sarjana Abal-abal? Memangnya Anda Bukan?

Sarjana Abal-abal? Memangnya Anda Bukan?

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Media massa kembali menyajikan bahan tertawaan kelas menengah. Kali ini tentang wisuda abal-abal. Tentu saja saya tak mempersoalkan konten menghibur dalam media massa. Percuma dong saya berkawan dengan Wisnu Prasetya selama bertahun-tahun kalau tak paham salah satu fungsi media massa adalah menghibur umat.

Persoalannya, fungsi menghibur ini kerap dilakoni dengan menjadikan individu kelas sosial yang lemah secara ekonomi-politik sebagai bahan tertawaan bagi kelas menengah dan elit. Berita video berjudul “Wisuda Abal-abal” berlabel TV One dan disebarkan di dunia maya melalui portal Viva.co.id masuk dalam kategori ini.

Berita video berdurasi hampir tiga menit itu dimulai dengan komentar pejabat yang menyatakan adanya wisuda ilegal. Komentar tersebut diiringi musik bernada suram, tipikal bebunyian yang mengiringi kondisi gawat-darurat dalam film-film Christopher Nolan. Lalu dalam jeda beberapa detik saja, musik tadi berubah nadanya menjadi riang gembira, diiringi dengan peralihan gambar yang mulai menyoroti prosesi wisuda sekitar 1.300 wisudawan dan wisudawati yang berjubel dalam satu gedung.

Lalu kita pun sampai pada bagian yang menurut pemirsa kelas menengah paling lucu. Seorang jurnalis dengan nada simpatik yang dibuat-buat mewawancarai salah satu “wisudawati” yang bernasib malang.

Perempuan itu kebingungan ketika ditanyai IPK dan mata kuliah favorit. Terlebih lagi, ia juga linglung ketika ditanya nama universitas tempat ia baru saja lulus. Dengan kelinglungannya itu, semakin terang-benderanglah keabal-abalan kampus dan gelar sarjana yang ia peroleh.

Tentu saya menentang institusi yang menjual-beli gelar, tapi tak perlu rasanya menjadikan korbannya sebagai bahan tertawaan. Jelas sudah, framing berita video TV One yang banyak disebar di Facebook itu bias kelas dan tak menyasar permasalahan inti.

Bagi saya, “wisudawati” dalam berita video seharusnya justru dihormati sebagai korban, bukan malah dijadikan bahan tertawaan. Sebab nukleus persoalannya bukan tentang “wisudawati” yang tak tahu nilai IPK atau mata kuliah favoritnya, melainkan sistem pendidikan kita yang tak ubahnya pabrik gelar.

Jujur saja, saya pun nggak jauh beda dari “wisudawati” tadi: paling malas kalau ditanya soal IPK dan mendadak kebingungan ketika diminta menjawab apa mata kuliah favorit. Padahal saya lulus dari salah satu kampus ngetop di Indonesia yang susahnya bukan main untuk ditembus. Tapi, meski elit, toh kampus saya juga melahirkan banyak koruptor di kemudian hari. Dan yang namanya koruptor, mana bisa sih mereka maling kalau nggak menempati posisi penting? Artinya, kampus saya meluluskan banyak orang yang menempati posisi penting—yang kemudian korupsi.

Nah, melihat kondisi seperti di kampus saya tadi, situ semua mestinya mikir kalau mau menertawai sarjana yang kebingungan menjawab apa mata kuliah favoritnya. Tak perlu pula mendatangi wisuda abal-abal hingga ke Pondok Cabe. Di acara wisuda kampus-kampus tersohor macam UI, ITB, dan UGM, banyak juga tuh sarjana yang kebingungan menentukan mata kuliah favoritnya.

Di sisi lain, coba datangi deretan perkantoran di Jalan Sudirman sana. Ada banyak pekerja kelas menengah—tentu saja sarjana—yang sama sekali tak menggunakan ilmu yang mereka pelajari selama kuliah. Pada akhirnya, kegunaan kuliah di perguruan tinggi hanya supaya ijazahnya bisa dipigura dan dipajang di tembok ruang tamu. Atau minimal, ya buat cari jodoh. Maka orang-orang yang nggak nemu jodoh, kayak saya, sudah kehilangan separuh faedah pendidikan di universitas.

Jadi, ketimbang situ semua menertawai video si “wisudawati”, lebih baik mulailah menertawakan diri sendiri. Nggak usah berlagak seolah-olah kita ini bukan korban sistem pendidikan cetek yang orientasinya hanya gelar, deh. Palsu kalian semua.

Tapi ya dasar kelas menengah, paling ogah mengakui dirinya daif. Mentalitas holier than thou selalu ditenteng ke mana-mana, terutama untuk menghakimi kelas sosial yang dianggap lebih rendah.

Saya memang berasumsi bahwa mereka yang mengikuti wisuda abal-abal itu berasal dari keluarga ekonomi lemah, atau mereka tak punya privilege untuk kuliah beneran di kampus-kampus beken. Membeli gelar sarjana abal-abal adalah upaya mereka untuk naik kelas sosial. Perilaku begini jelas tak bisa dibenarkan, tapi menertawai sekaligus menuding agen-agen kecil ini sebagai biang kerok juga tak ada gunanya.

Permasalahan utamanya kan terletak pada struktur absurd yang menjadikan institusi pendidikan tak terjangkau bagi kaum miskin, dan cara kerjanya makin mirip pabrik percetakan ijazah. Itulah yang semestinya harus diurai bersama. Bukan justru haha-hihi seolah merasa diri paling suci.

Pendidikan kelas menengah juga masih banyak abal-abalnya, kok. Banyak di antara kita kelas menengah yang belajar tinggi-tinggi cuma demi gelar, buat memenuhi ekspektasi orang tua, dan ilmunya pun nggak bermanfaat sama sekali buat orang lain—malah nggak sedikit juga yang ilmunya mendatangkan mudarat bagi orang banyak. Tertawai saja itu dulu, sebelum menertawai wisuda abal-abal.

Oh, nggak mampu? Ya wajar, sih. Menertawakan diri sendiri memang membutuhkan lebih banyak keberanian ketimbang menertawai orang.

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: KampusKelas MenengahMediaSarjana Abal-abalTerbaikMojok2015
Iklan
Azhar Irfansyah

Azhar Irfansyah

Artikel Terkait

snbp mojok.co
Kampus

Siswa Terpintar di SMA Jatim Tiga Kali Pindah Kampus karena Salah Jurusan, Nyaris Berakhir DO

20 Maret 2025
Kualitas Tersembunyi Sinetron Indosiar yang Diketawain Kelas Menengah Terdidik
Ragam

Kelas Menengah Dipaksa Terima Nasib Saat Kelas Bawah Dianakemaskan

15 Oktober 2024
Kelas Menengah Indonesia Adalah Tumbal Kebijakan Pemerintah MOJOK.CO
Esai

Kutukan Paling Mengerikan di Dunia Adalah Menjadi Warga Kelas Menengah di Indonesia!

30 Agustus 2024
4 Tradisi Ospek Kampus yang Dianggap Mahasiswa Surabaya dan Semarang Sudah Tidak Perlu Ada Lagi MOJOK.CO
Kampus

4 Tradisi Ospek yang Dianggap Tak Perlu Ada Lagi bagi Mahasiswa Baru, Tak Nemu Apa Pentingnya

7 Agustus 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar




Terpopuler Sepekan

3 Getuk Magelang yang Perlu Diwaspadai Wisatawan, Pikir Lagi sebelum Beli

3 Getuk Magelang yang Perlu Diwaspadai Wisatawan, Pikir Lagi sebelum Beli

10 Juli 2025
5 Dosa Pedagang Merusak Kuah Bakso demi Cuan, Penuh Bahaya (Unsplash)

5 Dosa Pedagang Bakso Merusak Kuah Bakso demi Mendapatkan Cuan Besar Hingga Punya Banyak Cabang

9 Juli 2025
Fadli Zon: Narasi Orde Baru dalam Bayang-Bayang Reformasi

Fadli Zon: Narasi Orde Baru dalam Bayang-Bayang Reformasi

12 Juli 2025
Sekolah Kedinasan Disuapi Anggaran 104 Triliun. Negara Gila! MOJOK.CO

Bukti Indonesia Udah Gila: Sekolah Kedinasan Dapat Anggaran 104 Triliun, ketika Sekolah Formal dengan 62 Juta Pelajar Cuma Dapat Nasi Bungkus

9 Juli 2025
5 Dosa Besar Pedagang Sate Kambing yang Merugikan Pembeli dan Sulit Dimaafkan

5 Dosa Besar Pedagang Sate Kambing yang Merugikan Pembeli dan Sulit Dimaafkan

15 Juli 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.